Mari sini, sayangku…
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku…
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung…
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa…
(Soe Hok Gie, 11 November 1969)
Ketika harapan percintaan memang menyakitkan ketika disatu sisi dia cuek dengan biasanya beda dengan ketika kau dan aku dekat dahulu tapi sekarang mungkin kau tak peduli lagi, sedangkan saya Kengerian hati ini dalam gundah gulana, memang semua bisa membayangkan dengan indah nya ketika dua sisi masih saja dengan dengan tujuan yang sama. Disaat pertemuan bandung yang lalu aku berharap bisa terjadi lagi satu tahun yang lalu ketika kau dan aku masih bisa saling menyayangi dan mencintai. dulu kita berdua tak sengaja bertemu di jejaring sosial media, satu sisi saling menyapa dan berteman baik hingga ketika kita berkomitmen, ya memang pengalaman yang dikatakan jarang untuk dan aku akui saya tak terlalu fanatik dalam hal percintaan seperti orang orang yang fanatik dengan percintaan, aku memang sekarang tidak percaya dengan cinta karna harapan cinta itu menyakitkan memang.minggu lalu kita bertemu di sebuah kota bandung dengan harapanku membuat harapan yang selanjutnya yang aku harapkan.dan kita bertemu, mengobrol, bermain seperti teman biasa, teman yang lama tidak bertemu. ya memang ketika kita bertemu masih saja kau ingat ketika tempat tempat yang dulu pernah kita kunjungi apakah pertanda kau masih ada kesempatan, bandung senja hari pun kita sudahi dengan perpisahan dan kau berkata hati hati dijalan ya, ntar hubungi aku setelah sampai rumah. semula indah terasa, semula bahagia keitka satu hari tuk selamanya di bandung bisa ada harpan ya untuk lebih.
Namun semua sirna sudah setelah sehari kau dan aku saling mengabari setelah itu kau tiba tiba hilang, indah cuma berhenti di bandung saja bahagia hanya berhenti di kota bandung saja, apakah kau memang untuk membalas sakit nya kmu dulu dengan menghilang ? ya sudahlah itu lah harapanku, seorang yang tak fanatik dalam percintaan, yang masa bodoh dengan wanita lain, ketika aku cinta pada seseorang aku rela, berkorban, dan memang aku sadari harapan memang tak enak sudahlah memang itulah cinta.
Tapi sekarang kau perlu tahu, aku menulis ini di sela-sela hari yang begitu menyenangkan. Aku menuliskan ini di tengah suasana hidupku yang akhir-akhir ini kubiarkan mengalir dengan santai. Aku tak peduli lima menit lagi akan bagaimana, atau lima menit lagi makan atau tidak, atau malah lima menit lagi masih hidup atau tidak. Aku menuliskan pesan-pesanku untukmu, yang tentu tak akan bisa kusampaikan tersebab dirimu menghilang tanpa sebab apa apa setelah pertemuan bandung waktu itu. aku harus melupakan itu Aku mudah melupa. Aku tak pernah mengembalikan ingatan menyakitkan, meski sesekali kubuka dan kutengok ala kadarnya. Aku tak pernah menyirami kenangan, karena aku tak ingin hidupku tumbuh seperti bunga yang layu jika tak kusiram. Aku ingin jadi kaktus. Hidup dengan duri, pilih-pilih teman. aku sudahi harapan yang membuat hidupku sia-sia, Jika kau anggap aku kini menjadi sangat aeng, sangat sombong atau bahkan aneh, kau tak perlu khawatir. Semua ini bukan akibat dari apa-apa yang pernah kau lakukan padaku, termasuk menyakiti perasaanku. Semua ini bukanlah hasil dari yang kau perbuat. Semua jalan hidup yang kupilih adalah salah satu caraku untuk menghidupi hidupku yang dari dulu memang sudah baik-baik saja. Maka, aku berpikir, untuk apa aku menyakiti diriku sendiri dan menyiksa diriku dengan kenangan tentangmu.
Selamat jalan kenangan
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung…
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa Percayalah
Purwokerto, 14 juni 2015